SATYABAKTI, JAKARTA – Yusril Ihza Mahendra selaku Pakar Hukum Tata Negara meminta agar penyidik menghentikan penyidikan kasus dugaan pemerasan yang dilakukan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Menurut Yusril, proses penegakan hukum dalam kasus tersebut berlangsung secara tergesa-gesa. Karena Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka sebelum polisi melakukan penyelidikan.
“Ya kasus ini kan langsung ditetapkan jadi tersangka tanpa penyelidikan. Penyelidikan dan penyidikan itu kan dua proses yang harus berjalan seiring. Sebelum ditetapkan sebagai tersangka kan harus diadakan satu penyelidikan kecuali kasus tangkap tangan,” kata Pakar Hukum Tata Negara di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (15/1/2024).
“Ini kan pak Firli ditetapkan dihari penyelidikan, hari itu juga dan ditersangkakan hari itu juga. Loh itu kapan melakukan penyelidikannya? Itu kejanggalannya,” ucapnya.
Yusril juga menilai kejanggalan lainnya adalah karena tak ada satupun saksi yang telah diperiksa yang menerangkan bahwa SYL diperas.
“Begitu juga saksi yang diperiksa, tidak satu pun menerangkan bahwa memang ada kata-kata atau perbuatan yang mengancam pak Yasin (Syahrul Yasin Limpo) supaya merasa dia diperas. Kan engga ketemu ya, sampe hari itu belum ada buktinya,” ujarnya.
Oleh karena itu, Yusril menyarankan pihak kepolisian untuk menghentikan perkara tersebut. Terlebih, praperadilan Firli Bahuri tak diterima.
“Sebenarnya kasus ini sebaiknya dihentikan. Bisa dihentikan lewat praperadilan, bisa juga dikeluarkan SP3. Dan kita tau kan kemarin praperadilan nya bukan ditolak. Walaupun banyak wartawan salah nulis nih. Permohonan pra-peradilan ditolak, tidak. Permohonan peradilan itu tidak dapat diterima. Tidak diterima itu bukan di tolak,” terangnya.
“Artinya hakim tidak masuk ke perkara karena esepsi dari termohon PMJ diterima yaitu permohonan praperadilannya itu mencampur adukan antara formil dan materil padahal praperadilan itu hanya forumnya saja, karena itu dianggap permohonan itu tidak jelas. Maka hakim menyatakan tidka diterima. Kalau tidak dapat diterima itu bisa diajukan kembali. Bukan ditolak, kalau ditolak ya selesai,” jelas Pakar Hukum Tata Negara.
(SB5 Satyabakti.com – JAKARTA)