SATYABAKTI, JAMBI – Aksi para pelaku pertambangan galian C yang tidak memiliki izin atau ilegal di Kab. Kerinci, Prov. Jambi selain bisa merusak lingkungan juga hasil galian C tersebut tidak masuk pendapatan asli daerah (PAD).
Demikian dikatakan warga sekitar kepada wartawan, Kamis (18/4/2024).
“Aparat penegak hukum (APH) diminta menindak tegas para pelaku galian C ilegal di Kerinci dikarenakan aksi yang dilakukan para pelaku selain bisa merusak lingkungan juga hasil galian C tersebut jelas tidak masuk PAD melainkan masuk ke saku oknum – oknum terkait yang backup lokasi galian C ilegal,” ungkap warga.
Disebutkan warga, kerusakan lingkungan dan ekosistem serta pencemaran air sungai yang mengakibatkan terganggunya habitat hutan di Kerinci sering terjadi.
“Hal itu akibat pelaku penambangan tanpa izin atau galian C yang berada di Hulu Sungai Batang Merao dan Sungai Tuak,” ujar warga.
Hingga kondisi itulah yang kemudian, lanjut warga, menyebabkan banjir dimana-mana hingga menimbulkan korban jiwa dan harta benda yang tidak sedikit yang terjadi di Kerinci dan kota Sungai Penuh.
“Adanya aktivitas penambangan galian C secara ilegal di Kerinci, warga tidak berani melaporkan kepada pihak berwajib, karena tidak mau berurusan dengan preman kampung,” jelas warga.
Menanggapi hal itu, salah seorang aktivis, Gusfarman meminta kepada pemangku kepentingan dan APH untuk bertindak tegas dan jangan hanya berpangku tangan.
“Kita meminta APH dan pihak yang memiliki kepentingan jangan berpangku tangan dan tutup mata, karena dampak dari galian C di Siulak Deras sangat buruk bagi masyarakat Kerinci dan kota Sungai Penuh,” ungkap Gusfarman.
Dirinya menambahkan bahwa galian C yang beroperasi di Sungai Tuak, Kec. Gunung Kerinci merupakan faktor utama penyebab terjadinya banjir bandang yang terjadi beberapa waktu yang lalu yang merusak ribuan rumah warga dan mengakibatkan sebagian warga tidak dapat menempati rumah mereka karena terendam banjir yang berisikan lumpur.
“Kita ketahui dampak buruk dari galian C yang ada di Siulak Deras sangat berbahaya bagi warga kerinci dan kota Sungai Penuh, karena aliran air sisa penambangan langsung mengalir ke sungai Batang Merao dan dari data yang kita dapat sebanyak 20 ribu tin setiap harinya terjadi mengendapan partikel di sungai Batang Meria sehingga terjadi pendangkalan sungai dan penyebab utama banjir,” terang Gisfarman yang juga anggota LSM ini.
Selain itu, lokasi penambangan juga sudah di luar titik kordinat dan sudah menyalahi aturan.
“Selain tidak memiliki kolam resimen, lokasi penambangan juga sudah di luar titik kordinat dna itu sangat menyalahi aturan,” ucap Gusfarman.
Aktivis kab. Kerinci ini meminta agar intansi terkait untuk meninjau kembali izin dari lokasi penambangan tersebut.
“Jika pemilik tambang dan pelaku galian C terbukti tidak memiliki izin dapat dijerat Pasal 158 UU RI Nomor 03 tahun 2020 atas perubahan UU Nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara tanpa izin dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda Rp.100 miliar,” tutupnya.
(004 Satyabakti.com – JAMBI)