SATYABAKTI, KALBAR – Aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) menjamur di bantaran Sungai Kapuas, tepatnya berada di wilayah Klamsam, Kab. Sintang, Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar).
Terlihat kegiatan aktivitas PETI di wilayah Klamsam sampai menutup jalur akses Sungai Kapuas.
Menanggapi hal itu, Ketua DPW IWO Indonesia Wilayah Kalimantan Barat, Syarifudin Delvin, SH., mengatakan,”Jika kepolisian tidak mampu melakukan penanganan tindakan hukum, mau jadi apa negara ini.
“Ada porsi yang harus kita dahulukan dan ada porsi yang kita tegakan, jika semuanya di abaikan kemana negara ini yang mempunyai hukum,” ucap Syarifudin Delvin kepada awak media belum lama ini.
Lanjutnya berkata, pihaknya juga mendukung langkah dan kebijakan Kapolda Kalbar, Irjen Pol Pipit Rismanto, S.I.K., M.H., yang melakukan kebijakan terkait penindakan PETI namun yang di permasalahan nya sampai sekarang di Sintang, kegiatan ini di abaikan.
“Apakah ini bentuk kebijakan preventif yang dilakukan, jelas dimana kegiatan ilegal sudah bertentangan dengan hukum masih di abaikan,” ujar Syarifudin.
Ditambahkannya, dengan adanya kegiatan ini, kami memohon kepada Kapolri, Kapolda, dan Kapolres dapat melakukan penindakan hukum kepada pelaku PETI di bantaran sungai kapuas yang bernama Asmidi.
“Apakah Asmidi ini kebal hukum, tentu tidak karena seorang jenderal bintang dua saja masih bisa dilakukan penindakan hukum apalagi koordinator PETI yang notabene nya perusak ekosistem alam terutama di wilayah perairan sungai,“ pungkas Syarifudin.
Sementara itu, secara terpisah, Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik, Dr. Herman Hofi Munawar, SP.d., SH., MH., M.Si., MBA., C.Med., CPCD., mengatakan,”Eksport Emas terbesar berasal dari Kalbar, emas di bawa ke Jakarta untuk di eksport keluar negeri.
“Sungguh tidak masuk akal jika polisi dan pemda tidak bisa menertibkan marak nya PETI di wilayah Kalbar khususnya di bantaran sungai kapuas, wilayah timur kalimantan Barat, menjadi sasaran cukong PETI untuk bekerja, antara lain, Sintang, Sekadau, Sanggau, dan Kabupaten Melawi,” ucap Herman via WhatsApp.
Dijelaskannya, bahwa secara aturan UUD Minerba Pasal 158 UU Minerba menyatakan,“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.10.000.000.000,” terang Herman.
“Kami juga berharap ke depannya pihak aparat penegak hukum dapat melakukan penindakan hukum sesuai dengan porsi masing-masing, seperti yang terjadi di wilayah Sintang Kalimantan Barat, masih belum ada penindakan hukum yang berhubungan dengan kegiatan ilegal minning, secara regulasinya jelas kenapa masih tutup mata,” tutup Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik.
(SB6 Satyabakti.com – KALBAR)